Pages

Minggu, 19 Mei 2013

PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI ISLAM DI INDINESIA


Oleh: Syafieh, M. Fil. I

A.    Pendahuluan
Historiografi (historical explanation) merupakan langkah terakhir dalam metodologi penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Berawal dari pertanyaan, bagaimana para sejarawan merekonstruksi sejarah melalui bukti dan sumber sejarah sehingga menjadi tulisan sejarah, dari situlah historiografi melakukan tugasnya.

B.     Historiografi Islam di Indonesia
Historiografi (Islam) Indonesia, setidaknya dalam beberapa dasawarsa terakhir, ditandai beberapa perkembangan penting baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Menurut Azyumardi Azra, Secara kuantitatif munculnya karya-karya sejarah, baik yang ditulis sejarawan Indonesia sendiri maupun sejarawan asing. Karya-karya itu bisa merupakan sejarah lokal maupun nusantara, dan global. Karya-karya sejarah ini telah memberikan sumbangan yang signifikan bagi upaya pemahaman yang lebih akurat terhadap sejarah Indonesia secara keseluruhan.(Azra,2002:3) Sementara secara kualitatif, menurut Kuntowijoyo, terlihat dari pengunaan metodologi yang semakin kompleks, yang melibatkan kian banyak ilmu bantu, khususnya ilmu-ilmu humaniora lainnya. (Kuntowijoyo, 2003:39-58)
Penggunaan ilmu-ilmu bantu dalam penulisan sejarah Indonesia secara umum dan sejarah Islam Indonesia khususnya, menurut Azra, tidak dapat dipungkiri telah memperkuat dan mengembangkan corak baru dari apa yang disebut kalangan sejerawan Indonesia sebagai ”sejarah baru” (new history), sebagai kontras dari ”sejarah lama” (old history), yang umumnya bersifat naratif dan deskriptif, atau yang biasa disebut ”sejarah ensiklopedis”. (Azra, 2006:4) Tetapi ”sejarah baru” itu sendiri, sebagaimana baru saja diisyaratkan, juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awal kemunculannya, terutama sejaka 1960-an, ”sejarah baru” pada umumnya dipahami sebagai alternatif, jika tidak sebagai tandingan ”sejarah lama” yang cenderung merupakan ”sejarah politik”.
Dalam melacak historiografi Islam awal di Indonesia, Resenthal melihat bahwa bentuk dasar historiografi Islam di Indonesia adalah karya sastra klasik yang isinya banyak menyebutkan istilah-istilah kepada narasi tertentu seperti haba, hikayat, kisah, tambo dan lainnya yang berasal dari bahasa Arab. (Franz Rosenthal, 1968:8) Argumen ini didukung HAMKA dalam melakukan penulisan Sejarah Umat Islam IV banyak bahannya yang diambil dari historiografi lokal meski bercampur mitos dan legenda, seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, dan lain-lain yang menjelaskan interaksi langsung antara Nusantara dengan Arabia. (HAMKA, 1981) Adanya karangan klasik seperti haba, hikayat, kisah, tambo inilah yang oleh Resenthal disebut dapat dijadikan bahan penting dalam studi karya historiografi Islam, sehingga akan terbentuk suatu horizon baru di dalam penulisan sejarah Islam yang lebih banyak berpijak pada bumi sendiri dalam pengembangan keahlian dan pengetahuan sejarah Islam yang dilakukan oleh penulis-penulis Islam sendiri.
Menurut Mukti Ali paling tidak terdapat dua corak pendekatan dalam penulisan sejarah Islam di Indonesia. Pertama, Pendekatan sejarah Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah umat Islam, kedua, pendekatan sejarah Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah nasional Indonesia. Pendekatan sejarah Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah umat Islam diperkenalkan oleh HAMKA dalam bukunya Sejarah Umat Islam IV. Pendekatan semacam inilah yang mengantarkan analisisnya bahwa Islam masuk ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa Khulafaur Rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai Amirul Mukminin. Teori HAMKA ini yang kemudian dikenal dengan teori Arabia.
Setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara. Teori  pertama, mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara. teori ini didukung oleh Snouck Hurgronje, Pijnappel, dan orang Barat lainnya. Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein.  Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai. dan teori ketiga, yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.
Teori yang ketiga ini didukung oleh sejerawan Indonesia ternasuk HAMKA dan Badri Yatim. Namun Yatim lebih melihat pada sisi politiknya, dengan artian bahwa perkembangan masyarakat Islam di Indonesia baru terdapat ketika ”komunitas Islam” berubah menjadi pusat kekuasaan. (Yatim, 2006:192-3) Sementara Taufik Abdullah tidak menyetujui tentang teori yang mengatakan bahwa datangnya Islam pertama kali ke Indonesia pada abad ke- 7 M dengan alasan belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling bisa dipertanggungjawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut, hanya berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran.(Taufik Abdullah, 1991:34)
Namun berdasarkan bukti catatan-catatan resmi dan Jurnal Cina pada periode dini Dinasti Tang 618 M secara ekplisit menegaskan bahwa Islam sudah masuk wilayah Timur jauh, yakni Cina dan sekitarnya pada abad pertama Hijriah melalui lintas laut dari bagian Barat Islam. Cina yang dimaksudkan pada abad pertama Hijriah tiada lain adalah gugusan pulau-pulau di Timur Jauh termasuk Kepulauan Indonesia. Jurnal Cina juga mengisyaratkan adanya pemukiman Arab di Cina yang penduduknya diizinkan oleh Kaisar untuk sepenuhnya menikmati kebebasan beragama. Pada masa itu orang-orang Islam memilih pemimpin mereka sendiri yang dinamakan imam, dan sejak masa itu perdagangan Indonesia mulai lancar dan maju. (van Leur, 1995:440)
Selain itu, laporan Cina yang menegaskan keputusan bangsa Arab mengirim utusan kepada Kerajaan Ho Long. Kerajaan Arab mengirim utusan ke Kerajaan Ho Long sekitar tahun 640 M, 666 M, dan 674 M. Sementara Kerajaan Ho Long sendiri menurut Alwi Sihab terletak di Jawa Timur yang bernama Kerajaan Kalingga yang terkenal dengan kemajuan dan kesejahteraan rakyat serta keadilan pemerintahannya. Sementara yang mengutus oleh orang-orang Cina dikenal dengan sebutan ”Tasheh” sebagai nama yang mereka kenal untuk kerajaan Arab.(Grenvelt, 1960:201) Jadi, pengenalan dini kaum Muslimin (Arab) terhadap Kepulauan Indonesia setaraf dengan data yang mereka ketahui mengenai Cina bahkan lebih luas. Jika demikian halnya, alasan apakah gerangan yang menjadi penghalang untuk menetapkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah. Yaitu, pada masa pedagang-pedagang Muslim memasuki Cina kerena kedatangan orang-orang Arab membawa Islam ke Cina melalui jalur laut lama. 
 Selain pendekatan diatas, dalam Pendekatan historiografinya HAMKA lebih banyak menekankan kepada periode daripada daerah. Penekannya lebih banyak kepada peranan pahlawan dan Sultan dalam bangun dan tenggelamnya kerajaan Islam di kepulauan Nusantara, sehingga ia dikenal sebagai penulis sejarah heroworship.
Pendekatan penulisan sejarah Islam Indonesia yang menekankan pada periode juga dilakukan oleh Yahya Harun. Ia lebih tertarik terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan runtuhnya suatu kerajaan Islam di bumi Nusantara ini, begitu juga ia lebih menekankan pada peranan pahlawan dan sultan dan mengecilkan peranan masyarakat dalam mengembangkan Islam di bumi nusantara ini. (Yahya Harun, 1995)
Dari uraian tentang beberapa tulisan sejarah Islam di Indonesia diatas  sudah memberi gambaran sekilas tentang adanya karya-karya sejarah Islam yang ditulis oleh penulis-penulis dahulu. Namun tulisan sejarah Islam awal di Indonesia lebih mengarah pada teori dan metode sejarah konvensional yang lebih menonjolkan proses dan tokoh politik serta mengungkapkannya sebagai tulisan deskriptif-naratif, bagaimana peristiwa-peristiwa itu terjadi. Juga, memasukkan peristiwa-peristiwa berdasarkan pembabaran besar dalam suatu proses yang linier. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis genealogi, lalu membangun dan mempertahankan singularitas peristiwa, memilih peristiwa yang dianggap spektakuler (seperti perang), serta mengabaikan peristiwa yang bersifat lokal
Sementara pendekatan sejarah Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah nasional Indonesia diperkenalkan oleh Uka Tjandrasasmita, seorang arkeolog yang keahliannya khusus mengenai peninggalan-peninggalan Islam di Indoenesia. Ia telah mempergunakan sumber sekunder baik berupa buku, artikel dan lain-lainnya, maupun naskah-naskah, hikayat-hikayat daerah dan berita-berita asing yang pernah diterbitkan. Dalam penulisan sejarah Islam Indonesia ia lebih menekankan pada sejarah sebagai proses dalam masyarakat yang terjadi karena pergeseran elemen-elemen yang terdapat dalam masyarakat itu dan kurang memberikan peranan tokoh.
Selain dari Uka Tjandrasasmita, Taufik Abdullah juga menggunakan penekatan yang sama dalam penulisan sejarah Islam Indonesia. Ia menulis sejarah Islam dalam lingkup sejarah nasional. Dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia Taufik Abdullah membahas tentang perjuangan umat Islam di Indonesia, yang semula berada dalam konteks politik yang bersifat fragmentaris, untuk membentuk situasi yang integratif – bangsa dan negara Indonesia. Sejarah Islam Indonesia bukan saja merintis proses ke arah integratif nasional, tetapi juga menemukan afinitas dengan nasionalisme Indonesia.(Taufik Abdullah, 1991)
Munculnya pendekatan sejarah Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah nasional Indonesia yang diidentikan oleh Sartono Kartodirdjo sebagai kumpulan sejarah-sejarah lokal, secara implisit menggambarkan penulisan baru sejarah Islam Indonesia. Pendekatan semacam itu lebih menekankan pada sejarah sebagai proses dalam masyarakat yang terjadi karena pergeseran elemen-elemen yang terdapat dalam masyarakat itu. (Kartodirjo, 1968:17)
Kalau kita perhatikan, perkembangan historiografi Islam di Indonesia mengalami perkembangan bersamaan dengan perkembangan historiografi Indoensia itu sendiri. Historiografi Indonesia dimulai dengan munculnya corak  historiografi tradisional yang mempunyai unsur-unsur yang tidak bisa lepas dari karya mitologi dimana pihak kerajaan mempunyai peranan penting seperti Empu Prapanca yang menulis kitab Negara kertagama. Kemudian pada zaman kolonial penulisan sejarah di dominasi oleh orang-orang Eropa yang datang ke Indonesia. Penulisan sejarah pada masa ini bersifat Eropa-sentris. Setelah Indonesia merdeka mulailah penulisan sejarah yang di dominasi oleh para penulis Indonesia yang memperkenalkan historiografi dengan pendekatan Indonesia-sentris. Fokus penulisan sejarah pada masa ini mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bahkan banyak biografi-biografi tokoh pahlawan nasional yang diterbitkan.
Perkembangan baru dalam historiografi Indonesia, dalam pandangan Azra, ditandai dengan munculnya beberapa karya besar sejarah yang melihat sejarah dalam perspektif global. Dalam perspektif sejarah global ini, sejarah Indonesia harus dilihat dan ditempatkan dalam kerangka sejarah dunia pada umumnya. Salah satu karya sejarah yang menempatkan sejarah pada kerangka global adalah karya Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, 3 Jilid (aslinya, Le Carrefour Javanais: Essai d’histoire globale, pertama diterbitkan pada 1990). Menurut Azra, karya Denys Nusa Jawa ini telah turut mewakili dan memperkuat momentum bagi kemunculan corak historiografi yang relatif baru bagi kajian-kajian sejarah Indonesia. Karya lain yang meletakkan kerangka sejarah global adalah mahakarya Anthony Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680. Karya ini diterbitkan dalam dua jilid; jilid pertama, Southeast Asia in the Age of Commerce, Volume One: The Lands below the Winds (1988) dan jilid kedua, Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680, Volume Two:Expansion and Crisis (1993)
Menurut Azra, kedua karya ini melihat ”Nusa Jawa” sesuai istilah Lombard, atau ”Negeri Bawah Angin” menurut istilah Reid, dalam perspektif global, persisnya dalam kaitannya dengan perkembangan lingkungan, bahkan dunia disekitar kedua wilayah tersebut. Perspektif ini secara implisit menegaskan suatu filosofis sejarah yang menegaskan bahwa perkembangan historis disuatu wilayah tertentu tidaklah terjadi dan berlangsung dalam situasi vakum dan isolatif. Tetapi, ia terkait dengan peristiwa-peristiwa pada kawasan lain. Dengn demikian, dalam perspektif ini, sejarah Indonesia harus dilihat dan ditempatkan dalam kerangka sejarah dunia pada umumnya; bukan sejarah yang berdiri sendiri. Walhasil, pendekatan ini secara implisit berisi pengakuan, bahwa sejarah Indonesia merupakan bagian sah dari sejarah dunia secara keseluruhan.
Pendekatan semacam ini, menurut Azra, secara tidak langsung merupakan revisi atas dua pendekatan yang selama ini populer dalam historiografi Indonesia. Pertama, pendekatan yang bersifat Eurosentris—atau lebih tegas lagi dalam kontek Indonesia Nederlando-sentris (berpusat pada Belanda). Dalam pendekatan ini, sejarah Indonesia dipandang sebagai bagian dari sejarah kolonialisme Eropa, persisnya ekspansi dan konsolidasi Belanda. Sebagai konsekwensinya, sejarah masyarakat-masyarakat pribumi Indonesia diposisikan tidak pada tempat yang marjinal, tetapi bahkan juga dalam perspektif yang pejoratif. Kedua, pendekatan yang bersifat ’Indo-sentris”, persisnya yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai sentral atau pusat wacana sejarah. Pendekatan ini sebetulnya berusaha menghindari ”ektrimitas” sejarah Euro-sentris, namun pada gilirannya terjerembab ke kutub ektrem lainnya. Meski pendekatan Indo-sentris terlihat seolah-olah bertolak belakang dengan pendekatan Euro-sentris, namun pandangan dunia yang mendasari keduanya pada dasarnya sama, yakni motif-motif atau kepentingan-kepentingan ideologi tertentu.
Disamping itu, karya Reid atau Lombard juga menggambarkan tentang ”sejarah sosial”. Walaupun dalam karyanya Lombard memakai istilah ”Nusa Jawa” tetapi menurut Azra, pembahasan yang diberikan Lombard lebih dari sekedar tentang ”Pulau Jawa” sebagaimana kita kenal tetapi pembahasannya dapat dikatakan mencakup seluruh ”Nusantara”, dengan jawa sebagai fokus utamanya. Begitu juga ketika dilihat dari subjudul karya Lombard berbunyi Essai d’histoire globale yang menurut Azra, secara harfiah seharusnya diterjemahkan sebagai ”Esai Sejarah Total” secara emplisit menjelaskan corak penulisan sejarah yang dianut oleh Lambard yakni sejarah global atau, lebih populer lagi, ”sejarah Total” (total history), yang sering juga disbut  disebut  sebagai ”New History”.(Arthur Marwick, 1985:64) Dengan subjudul ini mengisyaratkan bahwa Lombard ingin menulis sejarah Jawa secara global atau tepatnya, secara total. Dan ini dengan segera menjelaskan akar-akar historiografi yang mendasari pandangan dunia seorang Lombard. Dengan pendekatan sejarah global (total), Lombard dengan leluasa membahas berbagai aspek kehidupan masyarakat dalam perkembangan historisnya, sejak dari geografi, pelapisan sosial, demografi, estetika, ekonomi dan prdagangan, birokrasi, peranan wanita, dan seterusnya.
Dari paparan kedua karya tersebut telah memberi gambaran tentang perkembangan historiografi Indonesia. Harus diakui bahwa kedua karya tersebut diatas telah mempengaruhi corak historiografi Indonesia sehingga historiografi Indonesia semakin cenderung bersifat global dan total.
Perkembangan historiografi Indonesia ini diakui oleh Azra juga berdampak pada perkembangan historiografi Islam Indonesia. Dalam kurun-kurun waktu terakhir ini, sejarah Islam di Indonesia tidak lagi dilihat dari persektif lokal, sebagaimana selama ini cenderung dilakukan para sejarawan,  tetapi dalam perspektif global dan total, yang melihat sejarah Islam di Indonesia dalam kaitan dengan perkembangan historis Islam di kawasa-kawasan lain.
Salah satu karya penting tentang sejarah Islam Indonesia yang menempatkan sejarah pada kerangka total atau global adalah karya Azyumardi Azra Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Dalam karyanya ini Azra melakukan penelitian terhadap ulama Nusantara, khususnya pada  pada abad 17 dan 18 dalam kaitan dengan wacana intelektual keagamaan (religio-intellectual discourse) ulama Indonesia di Mekkah dan Madinah (Haramayn) dan sekaligus tentang hubungan dinamika Islam di Nusantara dengan perkembangan Islam dikawasan dunia Muslim lainnya. Penelitian Azra tentang wacana intelektual keagamaan (religio-intellectual discourse) ulama Indonesia di Mekkah dan Madinah (Haramayn) mencoba melacak sejarah sosial-intelektual ulama Nusantara dalam kaitannya dengan Dunia Islam yang lebih luas. Menurut Azra wacana intelektual keagamaan ini berpusat pada semacam jaringan ulama (networks of the ulama) yang berpusat di Mekkah dan Madinah (Haramayn). Kajian sejarah sosio-intelektual ulama Nusantara yang telah dilakukan Azra ini merupakan hal yang baru karena pada umumnya pengkajian tentang ulama-ulama Indonesia berbentuk pengkajian biografis, yang terlalu memusatkan pada ulama bersangkutan, sehingga cenderung terlepas dalam konteks sosio-intelektual yang mengitari mereka. Sementara itu, terdapat pula beberapa studi yang lebih memusatkan perhatian pada peran keagamaan dan politik yang mereka mainkan dalam kurun tertentu sejarah Nusantara.(Azra, tt:15)
Karya penting lainnya dari Azra yang perlu disebut dalam tarikan nafas yang sama adalah Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Buku ini merupakan historical accunt tentang Islam di Nusantara dengan menggunakan pendekatan multidisipliner—ilmu sejarah yang dipadu dengan ilmu-ilmu lain, seperti antropologi, sosiologi, ilmu politik, perbandingan agama dan lain-lain. Karya Azra ini juga menegaskan bahwa perkembangan historis di suatu wilayah tertentu tidaklah terjadi dan berlangsung dalam situasi fakum dan isolatif. Tetapi ia terkait dengan peristiwa-peristiwa pada kawasan lain. Oleh karena itu, Azra melihat bahwa dinamika Islam Nusantara tidak pernah lepas dari dinamika dan perkembangan di kawasan-kawasan lain, wilayah yang kini disebuat bagai Timur Tengah. Kerangka, koneksi, dan dinamika global itu bisa dipastikan membentuk—atau setidak-tidaknya memengaruhi—dinamika dan tradisi local di Nusantara.(Azra, 2002)
Kedua karya Azra ini secara implisit telah menjelaskan tentang corak penulisan sejarah yang dianutnya yakni sejarah global atau, lebih populer lagi, ”sejarah Total” (total history). Sejarah Islam di Indonesia, dalam pandangan Azra, harus dilihat dalam perspektif global dan total, yakni melihat sejarah Islam di Indonesia dalam kaitan dengan perkembangan historis Islam di kawasa-kawasan lain. Sehingga dengan studinya ini Azra beragumen bahwa perjalanan historis Islam di Indonesia sepanjang sejarah tak bisa dilepaskan dari perkembangan Islam di Arabia dan kawasan-lawasan Muslim lainnya. (Azra, 1994)
Karya sejarah lainnya yang sama dengan corak penulisan sejarah Azra adalah kajian yang dilakukan oleh Abaza tentang mahasiswa Indonesia di Kairo. Kajian Abaza dapat disebut sebagai "sejarah kontemporer" mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Kairo dan peranan mereka setelah kembali ke Indonesia. Kajian Abaza ini menekankan tentang proses cultural axchanges, atau yang disebut Azra sebagai tranmission of Islamic Learning.(Mona Abaza, 1993)
Sementara karya yang lainnya adalah kajian yang dilakukan oleh von der Mehden tentang interaksi dan hubungan antara Islam di Asia Tenggara dan Islam di Timur Tengah. Karya ini berusaha mengungkapkan dinamika interaksi di antara kedua wilayah Muslim ini dalam berbagai aspek kehidupan, sperti politik, ekonomi, dan intelektual.(Von der Mehden, 1993) Meski cukup berhasi dalam mengungkapkan dampak interaksi dan hubungan di antara wikayah ini dalam perkembangan Islam di Asia Tenggara, namun menurut Azra dalam segi-segi tertentu kajian ini mempunyai kelemahan dan kekurangan yang cukup mencolok.

C.    Kesimpulan
Dari beberapa catatan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa historiografi Islam di Indenesia mengalami perkembangan bersamaan dengan perkembangan historiografi Indonesia itu sendiri. Penulisan sejarah Islam di Indonesia pada mulanya tidak menampakkan ciri yang jelas sebagai sejarah Islam, namun hanya berbentuk karya sastra klasik yang isinya banyak menyebutkan istilah-istilah kepada narasi tertentu seperti haba, hikayat, kisah, tambo dan lainnya yang berasal dari bahasa Arab.
Sementara corak historiografi awal Islam di Indonesia adalah historiografi yang mendekati sejarah Islam di Indonesia sebagai bagian dari sejarah umat Islam. Dalam hal ini penekanan historiografi lebih ditekankan kepada periode dan memberikan penekanan kepada peranan pahlawan dan sultan dalam bangun dan tenggelamnya kerajaan Islam di Kepulauan Nusantara
Pada perkembangan selanjutnya, muncul pendekatan sejarah Islam sebagai bagian dari sejarah nasional Indonesia Jadi, historiografi Islam di Indonesia pada masa ini dianggap sebagai bagian dari sejarah nasional Indonesia yang penekanannya pada sejarah sebagai proses dalam masyarakat yang terjadi karena pergeseran elemen-elemen yang terdapat dalam masyarakat itu.
Baru sejak 1960-an muncul penulisan sejarah Islam Indonesia yang sering disebut kalangan sejarawan Indonesia sebagai ”sejarah baru” (new history) yang cenderung dipahami sebagai "sejarah sosial" (social history) yakni sejarah yang lebih menekankan kepada kajian dan analisis terhadap faktor-faktor bahkan ranah-ranah sosial yang mempengaruhi terjadinya peristiwa-peristiwa sejarah itu sendiri. Dalam sejarah baru ini,  historiografi Islam Indonesia tidak lagi dilihat dari persektif lokal, sebagaimana selama ini cenderung dilakukan para sejarawan,  tetapi dalam perspektif global dan total, yang melihat sejarah Islam di Indonesia dalam kaitan dengan perkembangan historis Islam di kawasa-kawasan lain.


DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi,  Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002

-------------------“Historiografi Islam Indonesia: Antara Sejarah Sosial, Sejarah Total, dan Sejarah Pinggir”, Menjadi Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, Jakarta: Mizan, 2006

---------------------, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung:Mizan,1994

---------------------, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal, Bandung: Mizan, 2002

Abdullah, Taufik (Ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991

Abaza, Mona,  Islamic Edication, Perception and Axchanges: Indonesia Students in Cairo, Paris: Caheir d'Archipel No.33, 1993

Alnold, T. W. The Preaching of Islam, London:t.p, 1935

Al-Hamari, Yaqut,  Mu’Jam Al-Buldan, vol. III, Beirut: Dar Shadir, 1971

Fred R. Von der Mehden, Two Worlds of Islam: Introduction Between Southeast Asia and Middle East, Gainsville, Fl: University Press of Florida, 1993

Grenvelt, W.P., Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese Sources, 1960

G. R. Tibbets, “Early Muslim Trade in South Asia” Vol. 30, t.t.: MBRAS, 1957

HAMKA, Sejarah Umat Islam IV, Jakarta: Bulan Bintang, 1981


Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003

Kartodirdjo, Sartono, Pemikiran dan Perkembangan Histriografi Indonesia : Suatu Alternatif, Jakarta: Gramedia, 1982

----------------------, Sejarah Nasional Indonesia, vol. II, Jakarta: Depdikbud, 1977

Kartodirdjo, A. Sartono dkk, Lembar Sejarah, Beberapa Fasal Dari Historiografi  Indonesia, Jogjakarta: Jajasan Kanisius, 1968

Marwick, Arthur, The Nature of History, Secon Edition, London: Macmillan Education, 1985
Togi Simanjuntak,  Peneliti Sejarah Sosial dan Sejarah Kekerasan pada Institut Riset Sosial dan Ekonomi (Inrise). Bahan didapatkan di internet yang mengakses pada tanggal. 01 April 2009. Lihat http://www.duniaesai.com/sejarah/sejarah2.html

Umar, A. Muin,  Historiografi Islam, Jakarta: rajawali Press, 1988

Rosenthal, Franz, A History of Muslim , Leiden:E.J Brill, 1968

Sihab, Alwi, Antara Tasawuf Suni & Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia, Jakarta: Pustaka IIMaN, 2009

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III , Jakarta: Balai Pustaka, 1977

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006

van Leur, J.C,  Indonesian Trade and Society, Den Haag, W. Van Hoeve Ltd, 1995

Yahya Harun, Islam Nusantara Abad XVI & XVII , Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera 1995










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Test Footer


web counter

About