Pages

Senin, 22 April 2013

POLA DAN MODEL GERAKAN ISLAM

A. Pendahuluan
            Bangkitnya negara-negara yang berbasis Islam dari tidurnya merupakan gerakan awal dari kebangkitan Islam secara internasional.  Banyak negara-negara Islam yang telah merdeka dari penjajahan kolonialismse, sehingga menimbulkan suatu kesadaran baru masyarakat Islam untuk tumbuh dan berkembang sebagai negara yang berdaulat. Dengan adanya kemerdekaan ini, masyarakat Islam mulai tumbuh sikap kritisnya terhadap Barat yang telah membawa modernisasi atau modernisme terhadap negara-negara jajahannya termasuk pada masyarakat Islam.
            Tumbuhnya sikap kritis di kalangan umat Islam terhadap Barat, baik berupa gerakan intelektual maupun social politik, merupakan gejala yang tumbuh sekitar abad 18. Maraknya kebangkitan Islam terhadap Barat merupakan gejala  yang beragam dari masyarakat Islam. Keberagaman reaksi tumbuhnya kebangkitan Islam ini menyebabkan sulit mencari istilah yang tepat dan mencakup semua gejala kebangkitan Islam. Sesungguhnya Barat merupakan penggelinding pertama bola kebangkitan Islam yang dimulai oleh ekspansi Napoleon Bonaparte ke Mesir.[1]
            Kebangkitan Islam disikapi secara beragam oleh Barat, sehingga istilah yang digunakan oleh Barat untuk menunjukkan gejala tersebut adalah revivalisme, aktivisme, milenarisme, militansi Islam, Resurgence dan reassertion. Tetapi istilah yang sering kita dengar dalam khazanah pemikiran Islam adalah ishlah dan Tajdid. Kebangkitan Islam merupakan salah satu dari arti relevansi khusus dari tradisi tajdid dan Ishlah, sebab tradisi tajdid dan Islah adalah tradisi dinamis yang mengungkapkan dirinya dalam bentuk yang berbeda-beda dan dalam abad ini (XV H) tradisi tajdid dan ishlah mengungkapkan diri dalam bentuk Kebangkitan Islam.
            Kebangkitan Islam merupakan langkah awal adanya pembaharuan pemikiran  dan modernisasi dalam dunia Islam. Umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman  berusaha untuk melakukan upaya pembaharuan pemikiran. Pembaharuan atau modernisasi merupakan sebuah upaya masyarakat Islam dengan pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham, adat istiadat dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana Baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi.[2]
Dalam pengertian ini, modernisasi sudah barang tentu terjadi pada zaman teknik meminjam istilah Hodgson.Sekalipun pembaharuan timbul pertama kali di dunia Barat, ini tidak berarti bahwa Islam tidak mengenal pembaharuan. Konon nabi Muhammad pernah memberi tahukan bahwa setiap kurun waktu selalu ada seorang pembaharu (mujaddid) yang akan mengembalikan pemikiran Islam pada jalan yang benar. Selain itu pembaharuan juga mendapat pendasarannya dalam al-Qur’an. Sesungguhnya, pembaharuan dalam dunia Islam pada hakikatnya adalah merupakan kritik diri dan perjuangan untuk menegaskan bahwa Islam berwatak dinamis, selalu cenderung kepada kemajuan serta selalu relevan dalam situasi apapun yang dihadapi masyarakat Islam atau dengan kata lain Islam salih likulli zaman wa makan.
Kebangkitan Islam yang akhirnya melahirkan suatu kesadaran baru masyarakat Islam untuk melakukan suatu koreksi total terhadap kemunduran Islam terjadi sebagai akibat adanya kontak dengan dunia Barat melalui kolonialisme an imperialisme yang melanda hampir seluruh dunia Islam. Kontak dengan dunia Barat ini terjadi sekitar pertengahan abad 19 sampai awal abad 20. Gerakan yang muncul pada saat itu akhirnya dikenal dengan istilah modernisme klasik. Gerakan ini tidak hanya berbicara pada persoalan teologis, tetapi telah merambah pada persoalan social, politik, pendidikan  dalam bentuk yang baru dengan dunia Islam sebelumnya.
Pembaharuan dalam dunia Islam sangat beragam, tergantung dari persoalan-persoalan yang muncul dan  yang dihadapi dalam sebuah negara, sehingga bentuk-bentuk pembaharuannya tidak lepas dari latar belakang social, ekonomi, politik maupun keagamaan yang melingkupinya.[3]  Pembaharuan tidak cukup hanya dengan aktivitas pikiran semata, melainkan juga harus diikuti dan di dukung oleh kegiatan yang cukup luas oleh kalangan masyarakat yang mengusahakan pembaharuan tersebut dalam bentuk tindakan.
            Usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan para pembaharu atau intelegensia dalam istilah Dawam Raharjo mempunyai pendekata-pendekatan tertentu.  Dawam Raharjo selanjutnya beranggapan bahwa setidak-tidaknya ada enam (6) model pendekatan dalam memahami pembaharuan. Pertama, pendekatan (diam), artinya mereka tidak bersikap vokal, bahkan membisu seribu bahasa. Namun demikian, tidak berarti mereka pasif dan ikut-ikutan. Mereka justru mengambil peran dalam hal-hal tertentu dengan keyakinan mengerjakan apa yang mereka anggap benar secara professional tanpa mengaitkannya dengan Islam secara resmi.
Kedua, menjalankan Ganda bicara  dan atau ganda tulis. Artinya mereka kalau berbicara selalu melihat situasi demi kepentingan dan keamanannya, sehingga pembicaraan dikalangan terbatas akan berbeda dengan pembicaraan di depan umum, mereka cenderung menyembunyikan sesuatu yang menjadi keyakinannya dan tidak mengemukakannya karena takut akan reaksi negatif. Sebagian dari mereka terkadang bisa dianggap munafik. Ketiga, melakukan pembaharuan lewat tradisi. [4] Golongan ini ingin melakukan pembaharuan dari dalam dengan motif menjaga kontinuitas masa lalu. Namun kerap kali pendekatan ini dilakukan atas dasar pragmatisme, sehingga tidak jarang mereka melakukan praktek talfiq. Istilah talfiq merupakan terminologi Fiqh yang berarti bahwa seseorang melakukan eklektisitas terhadap norma-norma hukum Islam dengan cara mengambil sebagian dari beberapa mazhab  sesuai dengan seleranya sendiri dengan tidak konsisten. Dalam tradisi pembaharuan pemikiran Islam, mereka melakukan suatu pencampur adukan system metodologi dari para Mujtahid sesuai dengan kepentingannya sendiri.
            Keempat, pendekatan parsial  atau sambung menyambung. Dalam penedekatan ini, bahwa pembaharuan pemikiran modern tidak bias dilakukan secara transparan dalam segala segi kehidupan dan segala lapisan. Menurut anggapan mereka, perubahan secara besar-besaran justru dianggap akan mementahkan gagasannya, sehingga pendekatan ini lebih bersifat ekslusif, bahkan cenderung bergerak di bawah tanah. Kelima, pendekatan Sekularisme, yaitu suatu system pandangan hidup yang melakukan pemisahan terhadap hal-hal yang suci dan profan, sehingga dalam tradisi pemaharuan, pandangan ini meletakkan system hukum-hukum dan lembaga social politik lainnya harus dipisahkan dan tanpa merujuk pada Islam.
            Keenam, pendekatan sistematis, suatu pendekatan yang holistic dan integral. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang sistematis, rasional dan obyektif dalam melakukan suatu gerakan pemikiran Islam. Gerakan ini dalam melakukan aktivitasnya membutuhkan sebuah rancang bangun yang menyeluruh dengan memberikan penilaian secara kritis obyektif terhadap Islam histories maupun Islam normative. Pendekatan ini dipelopori oleh Fazlur Rahman dan memberikan tawarnan pemikiran dengan mengkombinasikan interpretasi tekstual dengan pendekaan sosiologis dan histories. Selain itu, pendekatan ini juga mengusulkan penafsiran metaforis terhadap teks-teks al-Qur’an dalam mencari essensi makna sejati dengan memproyeksikannya ke dalam situasi modern dengan menerapkan analagi (qiyas), sehingga Islam akan selalu relevan dengan perkembangan jaman. [5]
Kebangkitan Islam sebagai sikap kritis umat Islam terhadap modernisasi (Barat), maka ia lebih merupakan gejala kota. Sebab modernisasi, yang sering juga disebut pembangunan, yang dilakukan oleh dunia ketiga setelah masa kolonial yang mempunyai kaitan yang lebih erat dengan pusat-pusat kota dari pada dengan daerah-daerah pedesaan dimana mayoritas Muslim berada. Hal ini tidak berarti bahwa kebangkitan Islam tidak merembes ke daerah-daerah pedesaan. Adanya gejala kebangkitan Islam di daerah pedesaan tetap merupakan rembesan dari pusat-pusat kota, terutama sejak terjadi interaksi antara kedua masyarakat itu melalui pelajar dan mahasiswa yang merantau ke kota. Dengan demikian pusat-pusat kota merupakan basis pertama penggerak kebangkitan Islam. Oleh karena itu, sebelum membahas tipologi kebangkitan Islam, maka terlebih dahulu perlu meninjau pendukung kebangkitan Islam di kota, walaupun secara global.
 Dalam segmen kota, terdapat 3 (tiga) kelompok yang saling terkait yang terlibat, baik secara aktif maupun secara pasif, dalam gerakan kebangkitan Islam ini. Pertama, yang paling penting adalah kelompok kaum muda kelas menengah dengan pendapatan dan pekerjaan yang cukup memadai. Mereka memperoleh pendidikan sistem sekolah sekuler dengan pengetahuan keagamaan yang pas-pasan, tetapi mereka mencari sendiri norma-norma dan nilai-nilai Islam sebagai pandangan hidup alternatif. Kedua, kelompok yang lebih kecil yang juga berperan penting, adalah para guru dan pegawai sipil yang memiliki latar belakang pendidikan Islam tradisional. Ketiga, kelompok yang lebih besar, tetapi kekuatannya kurang diperhitungkan, yaitu kelompok yang berasal dari kelas buruh kota.
Mereka adalah para buruh-buruh di perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik dan kantor-kantor pemerintah, dengan pendapatan dan pendidikan yang rendah. Secara umum, mereka adalah pendatang baru. Kesadaran mereka untuk mempraktekkan Islam sekarang mulai mengambil suatu untuk nyata dibanding dengan komunitas pedesaan asal mereka yang menunjukkan sifat dasar kesadaran untuk mempraktekkan ajaran Islam masih bentuk laten.[6]
Perbedaan struktur sosial dan pengalaman, ditambah dengan perbedaan latar belakang sejarah, budaya, politik dan lingkungan ekonomi dan etnik lokal, pada gilirannya membentuk karakter gerakan intelektual dan sosial politiknya. Oleh karena itu, terdapat kemajemukan gerakan intelektual dan sosial politik yang besar dalam kebangkitan Islam. Hal ini, menyebabkan kesulitan untuk menarik suatu generalisasi secara tepat dan tegas. Tetapi berdasarkan kredo, slogan dan watak gerakannya, maka tipologi gerakan kebangkitan Islam dapat digeneralisasikan minimal menjadi empat tipe dalam merespon kebangkitan Islam sesuai dengan watak, lingkungan maupun pendidikannya.

1. Kiri Islam
Gerakan radikal Islam yang sangat kristis terhadap modernisasi dan Barat, yang sedikit banyak terilhami oleh Marxis menyatakan dirinya sebagai ”Kiri Islam”. Mereka berusaha merekontruksi pemikiran Islam dalam arah yang dapat membebaskan kaum Muslim dari segala bentuk penindasan. Oleh karena itu, Kiri Islam sering disebut sebagai paradigma Islam transfomasi (transformisme).
Istilah “Kiri Islam”, secara eksplisit, digunakan oleh Hassan Hanafi untuk menamakan gerakannya. Walaupun dia bukan orang yang pertama menawarkan gagasan tersebut, tetapi tampaknya dia-lah yang menggunakan istilah “Kiri Islam” sebagai nama gerakannya secara tegas dan lugas, bahkan dapat dikatakan bombastis. Suatu ungkapan atau istilah yang bila sekali diungkapkan akan mempunyai jangkauan pada pendengarnya.  Menurut “Kiri Islam”, sumber kebodohan dan keterbelakangan Islam merupakan hasil dari bentukan tradisi umat Islam itu sendiri dan sebagai akibat dari hegemoni peradaban Barat.
Karena itu, ia sangat memperhatikan tradisi atau sejarah umat Islam dan peradaban Barat sebagai suatu peradaban atau ideologi yang dominan. Dalam pengkajiannya terhadap tradisi Islam, Kiri Islam berkesimpulan bahwa sumber krisis dunia Islam sekarang ini adalah akibat dari tradisi Islam “kanan”.  Jika yang dimaksud “kiri” adalah resistensi (perlawanan) dan kritisisme, dan menjelaskan jarak antara realitas dan idealitas, [7] maka “kanan” berarti kooptasi, pembela status quo dan mengkaburkan (atau menyamakan) antara realitas dan identitas. Dalam konteks ini, yang dianggap termasuk tradisi Islam “kanan” adalah teologi Asy’ariyah, filsafat iluminasi-emanasi Ibnu Sina dan Al-Farabi, fiqh normatif Hanafiyah, tafsir tekstual dan sejarah penindasan yang dilakukan oleh Mu’awiyah, Yazid dan Amawiyah lainnya. [8]
Untuk itu dalam mengatasi krisis umat, diperlukan supaya rekontruksi, pengembangan dan pemurnian tradisi Islam yang berakar pada tradisi Islam ”kiri”, yang oleh Hassan Hanafi dikatakan sebagai “berakar” pada “Dimensi revolusioner khazanah intelektual”. Dalam konteks ini, yang termasuk tradisi Islam “kiri” atau “revolusioner” adalah : teologi Mu’tazilah, filsafat rasionalisme-naturalistik Ibnu Rusyd, prinsip masalah Al-Mursalah fiqh Maliki, tafsir rasional, kelompok Ali dan Husein dalam peristiwa fitnah Al-Kubra.[9] Dalam kaitan sebab akibat kedua, kiri Islam melihat bahwa kondisi umat Islam merupakan akibat dari hegemoni peradaban Barat. Islam dan Barat adalah entitas yang berbeda. “Tugas kiri Islam adalah melokalisasikan Barat, artinya mengembalikan kepada batas-batas alamiah dan menepis mitos mendunia” yang selama ini dibangun melalui upaya menjadikan dirinya sebagai pusat “peradaban dunia”, dan berambisi menjadikan kebudayaannya menjadi “paradigma” kemajuan bagi bangsa-bangsa lain. [10]
Karena itu, menerapkan modernisasi pada umat Islam berarti sama dengan mensubornasikan Islam di dalam Barat; memasukkan Islam ke dalam Hegemoni Barat. Karena Hegemoni adalah universalisasi atau totalisasi seluruh lapisan dan kelompok masyarakat hingga menganut satu ideologi yang sama, maka Hegemoni Barat atas umat Islam berada dalam ideologi Barat, yaitu kapitalisme. Inilah penyebab keterbelakangan umat Islam dewasa ini.
Memang gerakan transformasi atau “Kiri Islam” biasa menganalisa perkembangan umat Islam dalam konteks perkembangan kapitalisme dunia dan banyak memfokuskan perhatiannya pada persoalan-persoalan ekonomi-politik, dengan asumsi bahwa ia merupakan daya pendorong dari perkembangan sejarah dunia. Selama masyarakat Muslim masih terintegrasi dengan kapitalisme global, maka cita-cita Islam sulit dicapai. Pelaksanaan kapitalisme di Dunia Ketiga atau masyarakat Muslim, yang berbentuk modernisasi atau pembangunan, ternyata menimbulkan persoalan yang kompleks.
Timbulnya militerisme, rezim-rezim militer otoritarian, otoriarisme biokratik, negara korporatis, kapitaslis negara, hancurnya lingkungan hidup, kekerasan, kesenjangan yang makin tajam antara yang miskin dan yang kaya, keterasingan, memudarnya kehidupan spiritual, dan masih banyak lagi, adalah akibat dari kapitalisme dunia. Karena itu, apa yang harus dikembangkan adalah transformasi global dalam menciptakan tata dunia baru non kapitalis.[11]
Selain Hassan Hanafi, dalam beberapa hal Ali Syari’ati, Asgar Ali Engineer, Chandra Muzaffar, Dawam Raharjo, dalam mereka yang telibat aktif dalam LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dapat digolongkan sebagai penganut gerakan kiri atau transformasi, terutama dalam konteks pemikiran yang terakhir.
2. Neotradisionalisme
Kritik terhadap kecendrungan menguatnya dominasi peradaban Barat juga muncul dari cendikiawan Muslim yang telah mengalami sepenuhnya dunia modern dan seluruh masalah mengenai hakekat filosofis, ilmiyah dan sosial yang diajukan. Mereka kembali ke jantung tradisi Islam untuk memberikan jawaban dan membangkitkan dunia Islam sebagai suatu realitas spiritual di tengah kekacauan dan kerusuhan yang terjadi di seluruh dunia modern. Kecenderungan pemikiran seperti ini menamakan dirinya sebagai kelompok neotradisionalisme, yang dimotori diantaranya oleh Sayyed Hosein Nasr.
Berbeda dengan “Kiri Islam” yang berpandangan negatif terhadap tasawuf, karena dianggap sebagai salah satu “biang kerok” kemunduran dan keterbelakangan umat. Neotradisionalisme, berpandangan sebaliknya. Seperti halnya kaum Neotradisionalisme, kaum neotradisionalisme memberi tempat yang besar terhadap tasawuf dan tarekat. Juga ingin membangun hubungan yang menyatu dengan kosmos. Bagi mereka alam dipandang sebagai manifestasi dari Yang Maha Esa, dan karena itu pula mempunyai nilai sakral.
Dalam salah satu tulisannya, dalam bukunya Sains dan Paradaban di dalam Islam, Sayyed Hosein Nasr beranggapan: Bahwa kita dapat mengatakan, bahwa tujuan dari semua sains Islam dan lebih umum lagi dari semua sains kosmologi Abad Pertengahan dan Zaman kuno-ialah untuk menunjukkan kesatu-paduan dan interrelasi dari segalanya yang ada, sehingga dengan merenungkan kesatu-paduan kosmos, orang dapat menuju ke arah kesatuan dasar Ilahi yang dibayangkan dalam kesatuan alam. [12]
Dalam tulisannya yang lain, ketika menjelaskan hakekat seni Islam, ia menegaskan kesatuan kosmos sebagai berikut: Bahwa Seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Ia merefleksikan kandungan prinsip Keesaan Ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an, “Ya Tuhan kami tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia (Q.S 3:191). Seni Islam mewujudkan, dalam taraf fisik yang secara langsung dapat dipahami oleh pikiran yang sehat, realitas-realitas dasar dan perbuatan-perbuatan, sebagai tangga bagi pembagian jiwa dari tingkat yang dapat dilihat dan didengar menuju ke Yang Ghaib yang merupakan keheningan di atas setiap sunyi.[13]
Demikianlah kaum neotradisional memandang kosmos yang sama dengan pandangan kaum tradisionalis. Yang membedakan neotradisionalisme dari tradisionalisme adalah suatu kenyataan bahwa pemikiran kaum neotradisionalis ditempa dalam tradisi keilmuan modern, yang memberi tempat yang berarti pada akal untuk mengartikulasikan pengalaman spiritual yang melampaui pengalaman biasa dalam bahasa yang lebih intelektualistik. Jadi, dapat dikatakan bahwa neotradisionalisme lebih intelektualistik daripada tradisionalisme.
Menurut pandangan kaum neotradisionalis, krisis di dunia sekarang ini adalah sebagai akibat semakin kuatnya dominasi Barat atas dunia Islam di seluruh domain kulturalnya. Hal ini dapat terjadi karena kekurang-kritisan dunia Islam terhadap segala sesuatu yang terjadi di dunia Barat modern, sehingga menimbulkan penyakit rendah diri dalam menjawab dan menghadapi tantangan Barat.
Para cendikiawan Muslim yang diharapkan mampu menghadapi tantangan Barat. Para cendikiawan Muslim yang diharapkan mampu menghadapi tantangan itu, tampak tertular penyakit mental yang sama dengan kebanyakan umat Islam, sebagaimana terefleksi dari karya-karya mereka tentang Islam yang apologetik dalam pembenturan dengan Barat. Pendekatan yang modern dan apolegetik ini hanya mengokokohkan unsur Barat, karena mereka bersifat membungkuk pada Barat.[14]
Penolakan kaum neotradisional terhadap Barat modern didasarkan pada asumsi bahwa peradaban Barat hanya semakin menjauhkan menusia dari poros atau pusat eksistensinya, dan dari lengkungan kosmisnya. Manusia modern (terbaratkan) telah menjadi obyek materi dan sejarah hingga semakin jauh dari asal atau tradisinya, yakni kemenyatuan dengan Tuhan. Realita asali, Universal dan Abadi. Bagi mereka, obat penawar bagi manusia modern adalah menanamkan pada dirinya pengalaman-pengalaman trasedental, metafisika atau hikmah, seperti yang diperaktekkan dalam tarekat atau tasawuf.[15]
3. Fundamentalisme
Bersamaan dengan itu muncul suatu gerakan Islam yang sering disebut oleh orang luar sebagai fundamentalisme suatu sebutan yang tidak disenangi oleh pendukung gerakan ini dan dianggap tidak proporsional. Bagi umat Islam sendiri suka menyebut gerakan itu sebagai neorevivalisme. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap para modernis klasik yang dalam pandangan mereka telah terbaratkan. Menurut pandangan mereka, corak pengaturan doktrin di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah nabi telah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sampai detail-detailnya.
Karena itu ijtihad, kalaupun harus dilakukan, hanya terbatas pada persoalan-persoalan teknis kehidupan dan hanya boleh dilakukan oleh ulama yang bertaraf mujtahid. Di samping itu presedenal Islam yang diwariskan oleh Nabi dan para sahabat dengan ijma’nya adalah preseden yang mengikat sampai akhir zaman. Karena Islam memuat aturan yang lengkap, maka fundamentalisme memandang negatif dan pesimis terhadap kemajemukan masyarakat. Menurut aliran ini, kompromi, adaptasi dan kulturasi sebagai konsekwensi kemajemukan masyarakat dianggap sebagai tindakan yang mencampuradukkan antara yang haq dengan yang bathil.[16]
Dengan demikian, penolakan mereka terhadap kaum modernis Muslim klasik dapat dipahami dari konteks ini. Para modernis Muslim klasik sering kali menafsirkan Al-Qur’an hanya untuk membenarkan pandangan-pandangan dan temuan-temuan Barat, kemudian  mengklaim bahwa apa yang ditemukan Barat, khususnya di bidang sains dan teknologi punya dasar yang kuat dalam Islam. Sikap apolegetik kaum modernis Muslim klasik dalam memahami Islam dalam hubungannya dengan peradaban Barat tersebut dianggap oleh kaum neorevivalisme sebagai tindakan mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil.
Maryam Jameelah seorang pendukung fundamentalis menulis dalam bukunya Islam dan Modernisme, yaitu: Bahwa kebangkitan Islam tidak akan muncul kecuali kita memiliki keberanian untuk menjauhkan diri dan memutuskan ketergantungan pada peradaban Barat modern dengan semua sendinya. Oleh karena tidak ada seorang pun bisa melayani dua majikan, maka tidak mungkin juga setia pada dua ideologi yang bertentangan. Harus memilih salah satu. Seseorang tidak bisa pada saat yang sama setia pada kedua-duanya.  Menjauhi peradaban Barat modern tidak perlu berarti fisik, tetapi spiritual dan intelektual. Kita harus menunjukkan kebebasan ini dengan tidak menginterpretasikan Islam melalui kriteria asing.
Kita harus membangun semangat membela dan mempertahankan Islam yang murni tanpa menghiraukan apakah orang-orang kafir senang atau tidak. Kita harus sadar mengapa tidak satupun interpretasi orang kafir tentang Islam yang dapat kita terima, karena mereka menafsirkan menurut nilai bukan nilai kita. Seorang Hindu hanya dapat melihat Islam dengan pikiran Hindunya, seprang Yahudi dengan pikiran Yahudinya, seorang Kristen dengan pikiran Kristennya, seorang agnostik humanis dengan nilai sekulerisme liberal dan seorang komunis dengan filsafat dialetik materialisme. Melihat persoalan nilai etika dan spiritual, secara psikologis tidak mungkin obeyektif. Masing-masing orang merasa perlu memutuskan sesuatu dengan pandangannya sendiri. [17]
Di samping karekteristik di atas, yang oleh Yusril Ihza disebutkan “tipe ideal aliran”, terdapat karakteristik fundamentalis lain yang disebut dengan “tipe rasionalitas tindakan sosial”. Dalam konteks yang kedua ini, fundamentalisme kurang mementingkan pertimbangan-pertimbangan rasional mengenai alat-alat dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Apa yang dipentingkan adalah tujuan itu sendiri, karena tujuan-tujuan itu mengandung nilai mutlak yang benar. Kalau nilai-nilai yang mutlak itu dianggap telah memberikan model tertentu atau alat-alat tertentu harus mencapai tujuan, maka model dan alat-alat tertentu harus tetap digunakan, tanpa memandang apakah alat atau model itu efektif atau tidak dalam mencapai tujuan.[18] Dengan karakter seperti ini, fundamentalisme sering dianggap sebagai gerakan radikalisme, ekstrimisme dan sebutan-sebutan lain yang berkonotasi manakutkan.
Selain menimbulkan “hantu fundamentalisme” karakteristik fundamentalisme yang kedua tersebut juga seringkali menampilkan sikap yang mendua yang menyebabkan kesan tidak konsekwen. Kesan ketidak-konsekwenan kaum fundamentalis terletak , bahwa secara “ideal” mereka menolak dan memandang rendah modernisme Muslim klasik yang dianggapnya telah terbaratkan, tetapi dalam “realitasnya” menerima beberapa aspek yang sangat asasi dari modernisasi tersebut. Contoh yang paling mencolok dalam masalah ini adalah dukungan mereka terhadap demokrasi dan bentuk pendidikan yang dimodernisir.
Penerimaan mereka terhadap modernis dalam kaitannya dengan masalah-masalah subtantif sungguh merupkan keterpaksaan, karena mereka mengetahui bahwa mata dadu telah dilemparkan, mungkin tidak dapat diubah lagi karena hal-hal itu telah diterima oleh sebagian besar masyarakat, atau golongan penduduk yang berpendidikan. Jadi penerimaan mereka terhadap aspek-aspek tertentu modernisasi didasarkan pada suatu anggapan bahwa aspek-aspek tersebut merupakan salah satu alat yang diberikan oleh nilai mutlak untuk mencapai tujuan. Hal inilah yang merupakan perbedaan substansial antara gerakan fundamentalis dengan gerakan neotradisionalisme, yang sering diidentifikasikan oleh kebanyakan orang.
Dalam konteks ini S. H. Nasr dalam bukunya Islam di Tengah Kancah Dunia Modern menjelaskan : Bahwa Islam tradisional menolak mengorbankan sarana untuk tujuan dan tidak menganggap sah penggunaan segala dan setiap aktifis politik yang diturunkan dari sumber-sumber yang sepenuhnya anti-Islam untuk memperoleh kekuasaan atas nama Islam. Ditambah pula, Islam tradisional tidak lagi memaafkan mabuk-mabukan yang ditimbulkan oleh kebencian dan kemarahan sebagaimana yang disebabkan oleh alkohol. Islam tradisional tidak memandang kebencian yang egoistik dan memabukkan semacam itu sebagai pengganti yang sah bagi kebutuhan mengatasi problema intelektual, moral dan sosial yang dihadapi dunia Islam masa sekarang.[19]
Gerakan fundamentalisme ini mengekspresikan terutama dalam bentuk gerakan-gerakan sosial politik yang terorganisir. Di antara organisasi sosial-politik yang dapat dikatagorikan sebagai gerakan fundamentalis adalah: Jama’at-i Islami di India, al-Ikhwan al-Muslimun yang berpusat di Mesir dan mempunyai pengaruh dan jaringan yang luas di Timur Tengah, Fida’yah di Iran di tahun 1980-an dan masih banyak lagi, terutama di Arab Saudi, Pakistan dan bahkan di Eropa.
4. Neomodernisme
Tipe gerakan kebangkitan Islam selanjutnya adalah gerakan yang menamakan dirinya sebagai “neomodernisme” dimana Fazlurrahman mengklaim dirinya sebagai juru bicara gerakan ini. Neomodernisme muncul sebagai reaksi atas kemunculan gerakan neorevivalisme yang menolak metode dan gagasan neomodernisme klasik tanpa menawarkan alternatif apapun, kecuali membedakan Islam di Barat.
Menurut juru bicara gelakan ini, meskipun modernisme klasik telah benar dalam semangatnya, tetapi ia memiliki dua kelemahan mendasar yang menyebabkan timbulnya reaksi dalam bentuk neorevivalisme. Pertama, kaum modernisme tidak menguraikan secara tuntas metodenya dengan secara semi eksplisit terletak dalam menangani masalah-masalah khusus dan implikasi-implikasi dari prinsip dasarnya. Mungkin karena perannya selaku reformis terhadap masyarakat Muslim dan sekaligus sebagai kontroversialis-apologetik terhadap Barat, sehingga hal ini menghalanginya untuk melakukan interpretasi sistematika dan menyeluruh terhadap Islam, serta menyebabkan menangani secara ad hoc beberapa masalah penting di Barat, misalnya demokrasi dan status wanita. Kedua, masalah-maslah di Barat dan bagi Barat. Hal ini menimbulkan kesan bahwa para modernis bersikap kebarat-baratan dan menjadi orang yang dibaratkan.[20]
Dengan demikian neomodernisme merupakan gerakan yang meneruskan semangat modernis. Semangat modernisme yang dimaksud adalah sifat intelektual dan spesifikasi isu-isu intelektual dan spiritual yang diacunya. Pikiran manusia dipandang sebagai locus krosial bagi reformis dan kemajuan. Kemajuan, pada intinya, adalah kemajuan manusia dan locus utamanya adalah pikiran manusia yang mempengaruhi sikap-sikap dan tingkah laku mereka terhadap sesama manusia dan terhadap alam semesta.[21]
Atas dasar ini, neomodernisme tidak menolak gagasan dari luar, termasuk Barat. Dalam konteks ini, Fazlurrahman beranggapan : Bahwa orang-orang Muslim harus mempelajari dunia Barat dan gagasan-gagasannya secara obyektif agar dapat menentukan bagaimana Islam harus bereaksi terhadap berbagai tekanan itu. Dalam aktivitas intelektual Barat yang kreatif dan cemerlang ada hal yang baik maupun yang buruk, seperti pada peradaban lain manapun: prinsip-prinsip demokrasinya, misalnya, telah didukung baik oleh para modernis maupun neorevivalis, sedangkan dalam dampak moralnya, dunia Barat telah meninggalkan luka berat pada kepribadian manusia.
Banyak gagasan dan ajaran yang diuraikan dan didukung oleh kaum Muslimin sendiri selama berabad-abad pertengahan secara spiritual dan moral sangat berbahaya. Jika kaum Muslimin tidak belajar menelaah semua gagasan itu secara obyektif, termasuk gagasan mereka sendiri dan gagasan dari dunia Barat maka tidak mungkin mereka dapat berhasil menghadapi dunia modern; bahkan kelangsungan hidup mereka sebagai kaum Muslimin akan sungguh sangat dipertanyakan. [22]
Kutipan di atas menegaskan bahwa tidak semua yang datang dari dunia Islam mesti baik, sehingga harus diterima begitu saja. demikian pula sebaliknya, tidak semua yang datang dari dunia Barat mesti jelek, sehingga harus ditolak secara membabi buta. Kedua dunia ini sesungguhnya mempunyai kelebihan di samping juga kelemahan. Untuk itu, diperlukan sikap kritis, baik terhadap Barat maupun terhadap warisan kesejahteraan Islam sendiri. Dengan sikap kritis ini, kelangsungan hidup Islam sebagai suatu sistem doktrin dan praktek di dunia dewasa ini dapat terjaga.
Agar kelangsungan hidup Islam benar-benar sejati, maka umat Islam harus memulai pada tingkat intelektual. Mereka harus secara terang-terangan dan tanpa perlu menahan diri membahas apa yang dikehendaki Islam untuk mereka lakukan dewasa ini. Seluruh kandungan syari’ah harus menjadi sasaran pemeriksaan yang segar dalam sinaran bukti Al-Qur’an. Suatu penafsiran Al-Qur’an yang sistematis dan berarti harus dilakukan. Umat Islam harus mengembangkan metodologi yang masuk akal untuk mempelajari Al-Qur’an guna memperoleh arah yang tepat bagi masa depan. Tentu saja, bahaya terbesar dalam pekerjaan ini adalah proyeksi ide-ide subyektif ke dalam Al-Qur’an, menjadikan sebagai obyek perlakuan yang sekehendaknya. Meskipun proyek ini merupakan bahaya besar, tetapi bukan berarti tidak dapat dihindarkan.
Dengan menggunakan metode yang seksama dan tepat, subyektifitas dan arbitrary dalam menafsirkan Al-Qur’an dapat ditekan seminimal mungkin jika tidak boleh dikatakan dapat terhindar sama sekali. Menurut kelompok ini, pendekatan sosio-historis merupakan satu-satunya metode tafsir yang dapat diterima dan dapat berlaku adil terhadap tuntutan intelektual ataupun integritas moral. Hanya dengan cara semacam inilah suatu apresiasi yang sejati terhadap tujuan-tujuan Al-Qur’an dan Sunnah dapat dicapai.
Pendekatan sosio-hitoris inilah yang merupakan ciri khusus dari gerakan neomodernisme. Dalam pendekatan ini, tradisi mendapat arti penting. Jika ada tradisi dan apa yang ditimbulkan oleh tradisi, maka tidak akan dapat memahami latar belakang sosiologis Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dengan tidak diketahuinya latar belakang sosiologis sumber Islam ini, maka tidak akan dapat merekontruksi hukum sebagaimana yang dimaksud oleh neomodernisme.[23] Gerakan neomodernisme yang dimotori oleh Fazlurrahman ini juga mempunyai pengaruh di Indonesia. Tokoh utama gerakan neomodernisme di Indonesia adalah Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid. Syafi’i Ma’arif, Ahmad Hasan dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung : Mizan, 1996

Dawam Raharjo, Pembaharuan Pemahaman dalam Penelitian dalam Amrullah Ahmad (ed.), Dakwah Islam dan Perubahan sosial, Jogjakarta : PLP2M, 1993

Dawam Raharjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, Bandung : Mizan, 1993

Saiful Muzani (ed.), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1993

Kazuo Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme: Telaah Kritis atas Pemikiran Hasan Hanafi, Terjemahan  Jogjakarta : LKIS, 1993

Sayyed Hossein. Nasr, Sains dan Peradaban di Dalam Islam, terjemahan J. Mahyuddin Bandung : Pustaka, 1986

Sayyed Hossein Nasr,  Spiritualitas dan Seni Islam, terjemahan Sutejo, Bandung : Mizan, 1993

Khurshid Ahmad (Ed), Pesan Islam, terjemahan Ahsin Mohammad, Bandung : Pustaka, 1983.

Sayyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Bandung : Pustaka, 1983

Yusril Ihza Mahendra, Maududi dan Jama’at-i Islami : Pembentukan dan Tujuan Partai Fundamentalisme, Ulumul Qur’an III, Vol. IV, (1993)

Maryam Jameelah, Islam dan Modernisme, Terjemahan A. Jaenuri dan Syafiq A. Mughni (Surabaya: Usaha Nasional, tt.

Sayyed Hossein Nasr, Islam tradisi di Tengah Kanah Dunia Modern, Terjemahan Lukman Hakim, Bandung : Pustaka, 1994

Harun Nasution dan Azyumardi Azra (Penyunting), Perkembangan Modern dalam Islam,  Jogjakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1985

Fazlurrahman, Gagalnya Modernisme Islam, Islamika II, (Oktober-Desember 1993)

Fazlurrahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Penyunting  Taufik Adnan Amal, Bandung: Mizn, 1993


[1] Ekspedisi Napoleon ke Mesir membawa banyak perubahan bagi masyarakat Islam, baik menyangkut pola berpikir, sistem pendidikan dan kemiliteran. Dengan adanya, ekspedisi ini kemudian muncul kesadaran baru umat Islam dan dari Mesirlah kesadaran baru menyebar ke dunia Islam, sehingga adanya kesadaran baru ini, maka pada periode inilah pemikiran modern dalam Islam muncul, tumbuh dan berkembang menjadi tahapan awal dari munculnya kebangkitan.
[2] Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan, 1996),11
[3] Dawam Raharjo, Pembaharuan Pemahaman dalam Penelitian dalam Amrullah Ahmad (ed.), Dakwah Islam dan Perubahan sosial, (Jogjakarta : PLP2M, 1993), 27
[4] Tradisi adalah sesuatu yang diwarisi secara turun temurun yang biasanya tidak dipertanyakan validitasnya. Contohnya : (a) penerapan hukum islam yang tidak fleksibel terhadap perkembangan jaman yang penuh dengan nilai-nilai maupun orientasi baru. (b) ketaatan terhadap makna literal al Qur’an yang seharusnya terbuka bagi pemaknaan – pemaknaan baru sesuai konteks jamannya. Pembaharuan melalui tradisi ini berupa merupakan sebuah  upaya mempertahankan Islam sebagaimana  yang telah ada dan dilakukan oleh para pendahulunya. Upaya ini bisa bersifat ekstrim yang dikenal dengan istilah fundamentalisme
[5] Dawam Raharjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, (Bandung : Mizan, 1993), 268
[6] Saiful Muzani (ed.), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1993), 62-63
[7] Kazuo Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme: Telaah Kritis atas Pemikiran Hasan Hanafi, Terjemahan  (Jogjakarta : LKIS, 1993), 85
[8] Ibid, 86
[9] Ibid
[10] Ibid, 104
[11] Saiful Muzani, Pembangunan …, 9

[12] Sayyed Hossein. Nasr, Sains dan Peradaban di Dalam Islam, terjemahan J. Mahyuddin (Bandung : Pustaka, 1986), 2
[13] Sayyed Hossein Nasr,  Spiritualitas dan Seni Islam, terjemahan Sutejo (Bandung : Mizan, 1993),18 
[14] Khurshid Ahmad (Ed), Pesan Islam, terjemahan Ahsin Mohammad (Bandung : Pustaka, 1983), 281 - 282

[15] Sayyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, (Bandung : Pustaka, 1983), 5
[16] Yusril Ihza Mahendra, Maududi dan Jama’at-i Islami : Pembentukan dan Tujuan Partai Fundamentalisme, Ulumul Qur’an III, Vol. IV, (1993), 43-44

[17] Maryam Jameelah, Islam dan Modernisme, Terjemahan A. Jaenuri dan Syafiq A. Mughni (Surabaya: Usaha Nasional, tt), 265
[18] Yusril Ihza Mahendra, Maududi …, 44

[19] Sayyed Hossein Nasr, Islam tradisi di Tengah Kanah Dunia Modern, Terjemahan Lukman Hakim (Bandung : Pustaka, 1994), 12-13
[20] Harun Nasution dan Azyumardi Azra (Penyunting), Perkembangan Modern dalam Islam,  (Jogjakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1985), 33
[21] Fazlurrahman, Gagalnya Modernisme Islam, Islamika II, (Oktober-Desember 1993), 4
[22] Harun Nasution dan Azyumardi Azra (Penyunting), Pemikiran …, 34 - 35
[23] Fazlurrahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Penyunting  Taufik Adnan Amal (Bandung: Mizn, 1993), 21

2 komentar:

  1. DEKLARASI PERANG PENEGAKKAN DINUL ISLAM
    DISELURUH DUNIA
    Bismillahir Rahmanir Rahiim
    Dengan Memohon Perlindungan dan Izin
    Kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
    Rabb Pemelihara dan Penguasa Manusia,
    Raja Manusia yang Berhak Disembah Manusia.
    Rabb Pemilik Tentara Langit dan Tentara Bumi


    Pada Hari Ini : Yaumul Jum'ah 6 Jumadil Akhir 1436H
    Markas Besar Angkatan Perang
    Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu

    Mengeluarkan Pengumuman kepada
    1. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di benua Afrika
    2. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di benua Eropa
    3. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di benua Asia
    4. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di benua Asia Tenggara
    5. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di benua Amerika
    6. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di benua Australia
    7. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di Kutup Utara
    8. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) yang hidup di Kutup Selatan
    9. Seluruh Ummat Islam (Bangsa Islam) diseluruh Dunia

    PENGUMUMAN DEKLARASI PERANG SEMESTA
    Terhadap Seluruh Negara yang Tidak
    Menggunakan Hukum Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah SAW.
    Perang Penegakkan Dinuel Islam ini Berlaku disemua Pelosok Dunia.

    MULAI HARI INI
    YAUMUL JUM'AH 6 JUMADIL AKHIR 1436H
    BERLAKULAH PERANG AGAMA
    BERLAKULAH PERANG DINUL ISLAM ATAS DINUL BATHIL
    BERLAKULAH HUKUM PERANG ISLAM DISELURUH DUNIA
    MEMBUNUH DAN TERBUNUH FISABILILLAH

    "Dan BUNUHLAH mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan USIRLAH mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
    (Q.S: al-Baqarah: 191-193).

    BUNUH SEMUA TENTARA , POLISI, INTELIJEN , MILISI SIPIL ,HAKIM DAN
    BUNUH SEMUA PEJABAT SIPIL Pemerintah Negara Yang Memerintah dengan Hukum Buatan Manusia (Negara Kufar).

    BUNUH SEMUA MEREKA-MEREKA MENDUKUNG NEGARA-NEGARA KUFAR DAN MELAKUKAN PERMUSUHAN TERHADAP ISLAM.
    JANGAN PERNAH RAGU MEMBUNUH MEREKA sebagaimana mereka tidak pernah ragu untuk MEMBUNUH, MENGANIAYA DAN MEMENJARAKAN UMMAT ISLAM YANG HANIF.

    INTAI, BUNUH DAN HANCURKAN Mereka ketika mereka sedang ada dirumah mereka jangan diberi kesempatan lagi.
    GUNAKAN SEMUA MACAM SENJATA YANG ADA DARI BOM SAMPAI RACUN YANG MEMATIKAN.

    JANGAN PERNAH TAKUT KEPADA MEREKA, KARENA MEREKA SUDAH SANGAT KETERLALUAN MENENTANG ALLAH AZZIZUJ JABBAR , MENGHINA RASULULLAH SAW, MENGHINA DAN MEMPERBUDAK UMMAT ISLAM.
    BIARKAN MEREKA MATI SEPERTI KELEDAI KARENA MEREKA ADALAH THOGUT DAN PENYEMBAH THOGUT

    HANCURKAN LULUHKAN SEMUA PENDUKUNG PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA KUFAR
    DARI HULU HINGGA HILIR

    HANYA SATU UNTUK KATA UNTUK BERHENTI PERANG,
    MEREKA MENYERAH DAN MENJADI KAFIR DZIMNI.
    DAN BERDIRINYA KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH.
    KHALIFAH IMAM MAHDI.

    Kemudian jika mereka berhenti dari memusuhi kamu, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
    Maha Penyayang.

    Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan sehingga ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.
    Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
    maka tidak ada permusuhan (lagi),
    kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
    Al-Baqarah : 192-193

    SAMPAIKAN PESAN INI KESELURUH DUNIA,
    KEPADA SEMUA ORANG YANG BELUM TAHU ATAU BELUM MENDENGAR

    MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
    KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
    PANGLIMA ANGKATAN PERANG PANJI HITAM
    Kolonel Militer Syuaib Bin Sholeh

    BalasHapus
  2. BENTUKLAH PASUKAN MILITER PADA SETIAP ZONA ISLAM
    SAMBUTLAH UNDANGAN PASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM
    Negara Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu

    Untuk para Rijalus Shaleh dimana saja kalian berada,
    bukankah waktu subuh sudah dekat? keluarlah dan hunuslah senjata kalian.

    Dengan memohon Ijin Mu Ya Allah Engkaulah Pemilik Asmaul Husna, Ya Dzulzalalil Matien kami memohon dengan namaMu yang Agung
    Pemilik Tentara langit dan Bumi perkenankanlah kami menggunakan seluruh Anasir Alam untuk kami gunakan sebagai Tentara Islam untuk Menghancurkan seluruh Kekuatan kekufuran, kemusyrikan dan kemunafiqan yang sudah merajalela di muka bumi ini hingga Dien Islam saja yang berdaulat , tegak perkasa dan hanya engkau saja Ya Allah yang berhak disembah !

    Firman Allah: at-Taubah 38, 39
    Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu jika dikatakan orang kepadamu: “Berperanglah kamu pada jalan Allah”, lalu kamu berlambat-lambat (duduk) ditanah? Adakah kamu suka dengan kehidupan didunia ini daripada akhirat? Maka tak adalah kesukaan hidup di dunia, diperbandingkan dengan akhirat, melainkan sedikit
    sekali. Jika kamu tiada mahu berperang, nescaya Allah menyiksamu dengan azab yang pedih dan Dia akan menukar kamu dengan kaum yang lain, sedang kamu tiada melarat kepada Allah sedikit pun. Allah Maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

    Berjihad itu adalah satu perintah Allah yang Maha Tinggi, sedangkan mengabaikan Jihad itu adalah satu pengingkaran dan kedurhakaan yang besar terhadap Allah!

    Firman Allah: al-Anfal 39
    Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi, dan jadilah agama untuk Allah.

    Peraturan dan undang-undang ciptaan manusia itu adalah kekufuran, dan setiap kekufuran itu disifatkan Allah sebagai penindasan, kezaliman, ancaman, kejahatan dan kerusakan kepada manusia di bumi.

    Allah Memerintahkan Kami untuk menghancurkan dan memerangi Pemerintahan dan kedaulatan Sekular-Nasionalis-Demokratik-Kapitalis yang mengabdikan manusia kepada sesama manusia karena itu adalah FITNAH

    Firman Allah: al-Hajj 39, 40
    Telah diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, disebabkan mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu. Iaitu
    orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mengatakan: Tuhan kami ialah Allah

    Firman Allah: an-Nisa 75
    Mengapakah kamu tidak berperang di jalan Allah untuk (membantu) orang-orang tertindas. yang terdiri daripada lelaki, perempuan-perempuan dan kanak-kanak .
    Dan penindasan itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan(al-Baqarah 217)

    Firman Allah: at-Taubah 36, 73
    Perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagai mana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahawa Allah bersama orang-orang yang taqwa. Wahai Nabi! Berperanglah terhadap orang-orang kafir dan munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.

    Firman Allah: at-Taubah 29,
    Perangilah orang-orang yang tidak beriman, mereka tiada mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tiada pula beragama dengan agama yang benar, (iaitu) diantara ahli-ahli kitab, kecuali jika mereka membayar jizyah dengan tangannya sendiri sedang mereka orang yang tunduk..

    Bentuklah secara rahasia Pasukan Jihad Perang setiap Regu minimal dengan 3 Anggota maksimal 12 anggota per desa / kampung.
    Siapkan Pimpinan intelijen Pasukan Komando Panji Hitam secara matang terencana, lakukan analisis lingkungan terpadu.

    Apabila sudah terbentuk kemudian Daftarkan Regu Mujahid
    ke Markas Besar Angkatan Perang Pasukan Komando Bendera Hitam
    Negara Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu

    Wahai para Ikwan Akhir Zaman, Khilafah Islam sedang membutuhkan
    para Mujahid Tangguh untuk persiapan tempur menjelang Tegaknya Khilafah yang dijanjikan.

    Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)

    email : seleksidim@yandex.com

    Dipublikasikan
    Markas Besar Angkatan Perang
    Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu

    BalasHapus

 

Blogger news

Test Footer


web counter

About